Kayaknya Aku Sedih

Balikpapan, 22 September.

Jauh. Aku jauh. Jauh dari semua orang yang sering ku jadikan sandaran. Kini, aku bersandar pada diri sendiri. Pada keyakinan bahwa Tuhan masih mau mendengar keluhan dan tuntutan dari ku. Untuk kali pertama, tangis ku pecah. Bukan tangisan manja ingat bapak ibuk di rumah. Atau tangisan klise untuk cowok yang pernah ku kejar-kejar sampai aku terlihat seperti belati membelah dua potong apel yang telah disatukan, terlihat begitu kejam dan tak berperasaan, ataupun terlihat seperti masokis yang senang jika terluka.

Bukan.

Bukan itu.

Aku hanya, teringat bagaimana aku mengatakan soal impian ku dengan lantang.

Dan faktanya yang terjadi adalah, aku tertinggal. Dari para pencari mimpi yang selangkah lebih maju daripada aku untuk menggapai impian.

Tiba-tiba, di otak ku hanya terpikir soal kegagalan kuliah tahun ini.

Aku tidak tahu, apa rencana Tuhan yang sebenarnya. Aku tidak paham. Kenapa Tuhan memberi aku kehidupan sedemikian rupa? Kenapa terus menjejali aku akan lara. Aku benci menangisi keadaan. Menangisi bagaimana aku tidak mampu menahan air mata.

Setiap hendak tidur, aku meyakinkan diri bahwa "Sesuatu yang baik segera datang, bersabarlah dan jadi kuatlah. Besok harus berguna untuk orang-orang.."

Tapi, mana? Aku selalu tanya pada Tuhan tiap kami berkomunikasi dalam ibadah. Dimana batas antara aku dan Tuhan ku hanyalah sebatas kening dan sajadah.

"Mana bahagia ku? Apa aku bukan anak yang baik sampai-sampai aku tidak bisa menemukan bahagia ku? Apa aku kurang bersyukur?"

"Kenapa teman-teman ku bisa tertawa tanpa beban? Apa mereka tidak punya lara yang setara dengan ku?"

"Kenapa aku seterpuruk ini?"

Pening rasanya terlalu lama menangis. Menjijikan, menyedihkan. Tapi jalan keluar satu-satunya adalah menangis. Setidaknya racun dalam tubuh sedikit ikut keluar. Tapi aku benci bangun dengan mata super sembab, memalukan. Merepotkan.

Ya menangislah, saat inti jantung mu di selimuti kesedihan yang mengharu biru bercampur dengan gelap yang kelam, tak ada yang mampu membantu mu bangkit dari kesedihan selain dirimu sendiri. Tuhan mu juga bisa sih.

Benar-benar hanya dirimu dan Tuhan mu. Keluarga mu saja tidak bisa, apalagi teman mu? Mustahil.

Eh sudah malam, tangis ku juga sudah reda, begitupun kesedihan kelas kakap yang sempat singgah. Jadi, lekas tidur dan berprasangka baiklah pada Tuhan. 

 "Alhamdulillah aku masih diberi hidup sama Allah." Tegaskan hal ini setiap  bangun tidur. -Millenia

Comments

Popular posts from this blog

Keep Breathing

Guess What!!